Semarang- Penggunaan energi terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini adalah bahan bakar minyak (BBM). Akan tetapi, konsumsi BBM yang terus meningkat diperkirakan dapat menyebabkan cadangan minyak dunia habis pada tahun 2050 (Suryaningsih, 2014). Berdasarkan data Tim Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (2019), produksi minyak bumi tahun 2009-2018 mengalami tren yang menurun, yaitu 949 ribu bph pada tahun 2009 menjadi sekitar 778 ribu bph pada tahun 2018. Hal ini disebabkan oleh sumur produksi utama minyak bumi yang terbatas. Bahkan, Indonesia perlu mengimpor minyak bumi dari Timur Tengah sekitar 35% untuk memenuhi kebutuhan energi nasional (Ewaldo, 2015). Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil memberikan dampak negatif pada lingkungan sehingga bertentangan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) poin ke-7. Solusi yang pernah ada terkait permasalahan tersebut adalah pengembangan energi alternatif biofuel, seperti biodiesel dan bioetanol (Murtiningrum & Firdaus, 2016). Bioetanol memiliki beberapa keunggulan, yaitu kandungan oksigen dan angka oktan yang tinggi, tidak beracun, dan ramah lingkungan karena dapat mengurangi emisi CO, sulfur, dan NOx (Sebayang dkk., 2017). Terkait hal tersebut 5 mahasiswa Universitas Diponegoro berinovasi untuk mencari perlakuan yang optimal agar dapat efektif dalam memproduksi bioetanol.

“Kami berharap agar penelitian mengenai produksi bioetanol yang kami lakukan dapat mendapatkan hasil yang maksimal agar kedepannya produksi bioetanol lebih berkembang” ujar Aurellia seperti dikutip dari laman UNDIP, Senin (11/09/2023).

Penelitian ini menggunakan enzim campuran alfa amilase dan gluko amilase yang dapat digunakan pada suhu rendah, sehingga penelitian ini tidak diperlukan adanya pemanasan saat proses hidrolisis. Ion mineral yang digunakan yaitu K+ dan Mg2+, dimana K+ berperan untuk mempercepat waktu fermentasi dan Mg2+ berperan untuk memperbesar yield bioetanol yang dihasilkan. Dengan adanya penambahan ion mineral tersebut, maka diharapkan proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat namun tetap menghasilkan yield yang besar, harapannya dengan adanya penelitian ini dapat menjadi solusi yang cocok dalam pengembangan energi alternatif. Pembuatan bioetanol ini dilakukan oleh 5 mahasiswa UNDIP yaitu Andreas Kevin Santoso (Teknik Kimia 2020), Aurellia Livia Hidayat (Teknik Kimia 2020), Auxensius Rexer Fransenda (Bioteknologi 2020), Abram Hasiholan Marpaung (Teknik Kimia 2021), Steffanie Glory Sihombing (Teknik Kimia 2021). Adapun kelimanya mengembangkan bioetanol melalui pendanaan dari Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta Kemendikbud Ristek dengan judul “Optimasi Produksi Bioetanol melalui Separated Hydrolysis Fermentation dari Pati Singkong Karet (Manihot glaziovii) dengan Penambahan Ion Mineral K+ dan Mg2

“Kami memanfaatkan peluang dari melimpahnya hasil singkong karet yang tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena terdapat kandungan racun, tetapi kami dapat mengolah menjadi produk yang lebih bermanfaat yaitu bioetanol” ujar Kevin seperti dikutip dari laman UNDIP, Senin (11/09/2023).