Pendahuluan
Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap batu bara sebagai sumber
energi utama untuk pembangkit listrik. Menurut Energy Institute (2023), batu bara menyumbang
hingga 50% dari total bauran energi di Indonesia, dengan konsumsi yang meningkat setiap
tahunnya. Pembakaran batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) yang signifikan,
yang berdampak buruk pada lingkungan. Data dari Global Carbon Budget (2023) menunjukkan
peningkatan emisi CO2 dari 605,98 juta ton pada tahun 2020 menjadi 728,88 juta ton pada tahun
2022.
Co-firing Sebagai Solusi
Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan batu bara adalah
dengan cara co-firing. Co-firing biomassa adalah proses mencampurkan biomassa dengan batu
bara untuk digunakan sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik. Proses ini menawarkan
beberapa keuntungan. Pertama, co-firing dapat mengurangi emisi CO2 secara signifikan karena
biomassa dianggap sebagai sumber energi karbon netral. Kedua, metode ini memungkinkan
pemanfaatan limbah pertanian yang seharusnya menjadi limbah, menjadi sumber energi yang
berharga.
Mengapa Biomassa?
Dalam upaya mengurangi penggunaan batu bara, biomassa muncul sebagai alternatif
yang menarik. Biomassa merupakan bahan organik yang dapat digunakan sebagai sumber energi
terbarukan. Salah satu bentuk biomassa yang potensial adalah sekam padi, limbah pertanian yang
melimpah di Indonesia. Dengan produksi padi mencapai 53,63 juta ton pada tahun 2022, limbah
sekam yang dihasilkan mencapai 10,73 juta ton per tahun. Sekam padi memiliki nilai kalor yang
cukup tinggi yaitu 17,43 MJ/Kg, meskipun masih lebih rendah dibandingkan batu bara yang
mencapai 26,79 MJ/Kg.
Inovasi melalui Torefaksi dan Zat Aditif
Untuk meningkatkan nilai kalor sekam padi, dilakukan pretreatment menggunakan
metode torefaksi. Torefaksi adalah proses pemanasan biomassa pada suhu relatif rendah dalam
kondisi minim oksigen. Penelitian menunjukkan bahwa torefaksi pada suhu 310°C selama 30
menit dapat meningkatkan nilai kalor sekam padi dari 17,43 MJ/Kg menjadi 18,6 MJ/Kg.
Namun, peningkatan ini masih belum mencukupi untuk menyamai batu bara.
Inovasi yang ditawarkan adalah modifikasi biochar torefaksi dengan zat aditif seperti
gliserol, minyak biji bunga matahari, dan minyak jelantah. Penambahan zat aditif ini bertujuan
untuk meningkatkan nilai kalor biochar. Sebagai contoh, penambahan 5% gliserol dapat
meningkatkan nilai kalor dari 15,7 MJ/kg menjadi 16,35 MJ/kg, dan penambahan 12% minyak
biji bunga matahari dapat meningkatkan nilai kalor dari 17,9 MJ/kg menjadi 20,4 MJ/kg.
Penutup
Pengembangan metode co-firing batu bara dengan biochar torefaksi yang dimodifikasi
menggunakan zat aditif adalah langkah inovatif untuk mengurangi ketergantungan pada batu
bara dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Dengan peningkatan nilai kalor biomassa
sekam padi, diharapkan metode ini dapat menjadi solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk
masa depan energi Indonesia yang lebih bersih dan ramah lingkungan